Jumat, 08 Februari 2013


Oleh : Maswha Faizah
Sore itu Adna mendapat tugas untuk memasak. Sejak duduk di bangku SD Adna sudah terbiasa membantu ibu di dapur. Kini ia sudah kelas 3 MTs. (Madrasah Tsanawiyah). Kebiasaannya ketika memasak adalah membaca koran bungkusan belanjaan. Ya walaupun terkadang artikel yang ia baca tidak lengkap. Tapi sore itu Adna menemukan bungkusan yang sangat menarik. Di potongan koran tersebut ada iklan Bina Sarana Informatika. Adna sudah sering melihat iklannya di TV. Adna memandangi koran lecek itu dengan penuh harap. Andai ada kesempatan, ia ingin kuliah di sana nanti. Adna pun menyimpan lembaran iklan itu baik-baik.
Sejak SD Adna sudah menyukai komputer. Sebenarnya Adna hanya melihat komputer dari sinetron yang suka ditonton oleh ibu. Adna benar-benar ingin mempelajari komputer. Hanya saja ia tidak punya banyak kesempatan untuk mempelajarinya. Bahkan ia bercita-cita memiliki pekerjaan yang kerjaannya di depan komputer seharian penuh. Meski Adna sendiri tidak tahu apa yang bisa ia kerjakan di komputer. Ah, itu urusan nanti.
Ketika duduk di kelas 5 SD beberapa temannya mengikuti les komputer. Tentu saja Adna sangat ingin mengikuti les itu. Ia merengek kepada orang tua. Bahkan Adna rela tidak jajan, biar saja uangnya untuk membayar les komputer. Adna mau melakukan apa saja, yang penting ikut les! Tapi tidak dengan orang tua Adna. Ya, orang tua mana yang tega membiarkan anaknya tidak jajan di sekolah. Padahal di desa tempatnya tinggal baru kali ini ada les komputer. Dengan sangat berat hati ia melepas kesempatan itu.
Memasuki MTs. (Madrasah Tsanawiyah) Adna akhirnya berkenalan dengan komputer. Ah, senangnya. Walaupun satu komputer kadang harus bertiga. Tidak apa, yang penting ia bisa mengenal komputer. Di sekolah ia mulai belajar bagaimana mengoperasikan komputer, mengenal Ms. Office 2003. Sayangnya, pelajaran komputer hanya satu jam dalam seminggu. Itupun harus bergantian masuk lab karena terbatasnya fasilitas.
Lulus SMP, Adna tidak banyak mendapat ilmu komputer selain mengetik. Tahun 2007, ketika Adna duduk di bangku kelas 2 MA (Madrasah Aliyah) ia mulai belajar mengenal internet. Lagi-lagi, ia hanya mendapat teori di sekolah tanpa ada praktek. Adna sangat penasaran, secanggih apakah internet itu? Ternyata temannya yang bernama Samsuri, sudah mencoba yang namanya internet. Ia pun meminta Samsuri untuk mengajarinya. “Ya udah, besok pulang sekolah lu ikut gue ke warnet UI. Gue biasa kesana.” Begitu kata Samsuri. Adna menyanggupinya, karena waktu itu di desanya pun agak sulit mencari warnet.
Esoknya, sepulang sekolah Adna dan Samsuri berangkat ke UI, Depok. Awalnya ia sudah mengajak teman-temannya, tapi tidak ada yang mau. Ah, dasar pada gak mau maju, gak mau kenal tekhnologi! Umpat Adna dalam hati, kesal. Untuk sekedar kumpul-kumpul sepulang sekolah mereka selalu ada waktu. Tapi untuk belajar mereka tidak mau meluangkan waktu. Sudahlah, toh Adna tetap berangkat.
Ini kali pertama Adna ke warnet. Setelah duduk di depan komputer, Adna mencoba memraktekan teori yang didapat dari sekolah. Aneh, kenapa komputernya diam tidak bergerak. Terlintas rasa takut di hati. Duh, gimana kalo komputernya rusak? Samsuri di mana? Adna sudah mencoba menekan semua tombol di keyboard. Sama sekali tidak berpengaruh. Sesekali Adna celingukan mencari Samsuri untuk meminta pertolongan.
Tidak tahu lagi harus bagaimana, Adna pun bertanya pada laki-laki di sampingnya. Ternyata dia memang operator warnet. Ajaib, dengan sekali sentuh komputer sudah normal kembali. Operator warnet inilah yang mengajarkan Adna cara menggunakan internet. Ia juga belajar membuat e-mail. Pengalaman luar biasa bagi Adna.
Masa SMA berjalan begitu cepat. Tidak terasa sebentar lagi Adna akan menghadapi ujian nasional. Hampir semua teman Adna sudah memiliki jalan masing-masing. Ada yang bekerja dan ada pula yang melanjutkan kuliah. Sayangnya tidak dengan Adna. Ia tidak mencari pekerjaan dan belum ada kejelasan tentang kuliah.
Sampai saat ini, Adna masih menyimpan iklan BSI yang ia temukan beberapa tahun lalu. Ia pandangi potongan koran lecek tersebut. Ia menarik nafas dalam-dalam. Adakah kesempatan untuk kuliah di BSI? Hm, sepertinya Adna sudah tidak ada harapan lagi untuk melanjutkan kuliah di BSI. Adna meremas iklan yang selama ini ia simpan, kecewa. Untuk apa disimpan, sudah tidak berguna.
Lagi, persoalan ekonomi. Persoalan yang dialami oleh sebagian besar rakyat Indonesia juga menimpa Adna. Sempat terpikir untuk mencari beasiswa. Tapi Adna tidak mengerti caranya. Sekolahnya pun tidak memberi informasi tentang itu. Lagi pula Adna tidak begitu yakin, dengan kemampuannya yang minim apakah bisa mendapat beasiswa?
Pagi itu di sekolah, kelas Adna kedatangan seseorang dari sebuah perguruan tinggi swasta di Bogor. Ia memperkenalkan lembaga yang menyelenggarakan program D1 Informatika. Melihat biayanya sepertinya terjangkau untuk orang tua Adna. Senyum mengembang dari wajah Adna. Ada harapan di sana, harapan agar ia bisa kuliah. Setelah melewat beberapa pertimbangan, akhirnya Adna membicarakan hal ini pada orang tua.
Kali ini Adna benar-benar bisa tersenyum. Meski harus meminjam pada Nenek, orang tua Adna akhirnya mendafatarkannya kuliah. Bukan di BSI tapi di perguruan tinggi yang tempo hari mendatangi sekolah Adna. Tidak apa, Adna akan mengubur impiannya untuk kuliah di BSI. Memang benar, terkadang kenyataan tidak harus sesuai harapan. Toh yang ia inginkan adalah mempelajari ilmu komputer. Tidak peduli di mana tempatnya.
Tanpa terasa Adna telah selesai menjalani perkuliahannya yang sangat singkat, +1 tahun. Kini Adna mengajar les komputer gratis di sebuah yayasan dekat rumah. Berbagi ilmu yang ia dapatkan semasa kuliah. Sungguh menyenangkan. Walaupun hanya mengajar sendiri, Adna tetap mencoba bertahan. Ini adalah ajang balas dendam. Balas dendam untuk masa kecilnya yang tidak punya kesempatan mengikuti les komputer. Balas dendam atas impiannya yang terkubur. Ia tidak ingin hal serupa terulang lagi. Ia tidak ingin ada Adna lain.
Sebaliknya, Adna ingin memperkenalkan komputer kepada anak-anak di desanya. Adna ingin tidak ada lagi anak di desanya yang tidak mengenal komputer. Biarlah Adna mengubur impiannya kuliah di BSI. Tapi ia berharap hal ini tidak terjadi lagi pada anak-anak di desanya. Sulit memang, tapi bukan berarti tidak bisa. Bukankah Allah telah menyatakan, sesungguhnya setelah kesulitan akan datang kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan akan datang kemudahan.

0 komentar:

Posting Komentar