Lelah dan kecewa untuk hal yang sama
terulang kembali hari ini. Setelah mengikuti serangkaian tes, lengkap dengan
bolak-balik memenuhi persyaratan ini dan itu, ternyata Adna harus gagal lagi
mendapatkan beasiswa. Ia tidak mengerti kenapa kali ini pun harus gagal lagi,
padahal ia sudah berusaha dan berdo’a.
Huh … raut kecewa itu hanya dihiasi
dengan helaan nafas berat selama perjalanan pulang. Masalah klasik di
Indonesia, mahalnya pendidikan yang memaksa ribuan atau bahkan jutaan anak
Indonesia harus putus sekolah. Malangnya, Adna adalah satu dari jutaan anak
itu. Beberapa temannya yang beruntung telah melanjutkan pendidikannya ke
perguruan tinggi. Adna tidak seberuntung mereka. Ia hanya seorang anak panti
asuhan sederhana di pinggir Jakarta. Entah orang-orang masih menganggap
keberadaan mereka atau tidak, pasalnya sudah setahun ini hanya beberapa orang
yang datang, mereka adalah donatur yang memberi sebagian harta pada panti
asuhan.
Tiba-tiba saja Adna teringat kejadian 8
tahun silam, saat ia masih duduk di kelas 4 SD. Ketika itu ada seorang janda
kaya yang ingin mengadopsinya karena ia merasa kesepian. Tapi Adna menolaknya, “untuk
apa diadopsi orang kaya tapi tidak ada orang yang bisa dipanggil ayah dan ibu
di sana.” pikirnya.
Tapi saat ini, di dalam bus yang sesak,
lagi-lagi Adna menghela nafas berat. “Harusnya waktu itu aku mau aja diadopsi
tante itu!” sesalnya.
Pikirannya kembali melayang,
berandai-andai tentang apa jadinya jika waktu itu ia benar-benar diadopsi oleh
janda kaya itu. Mungkin saat ini ia sedang duduk di dalam mobil mewah, atau
jalan-jalan, tidur di hotel berbintang atau…. Ah, bukan!! Adna hanya ingin
punya kesempatan kuliah, mendalami Manajemen Informatika.
“Astaghfirullah!!” ucap Adna yang baru
saja tersadar dari angan-angannya.
***
Adzan subuh mulai terdengar, seperti
biasa Adna yang sudah bangun lebih awal harus membangunkan 10 orang adiknya
yang masih duduk di bangku SD.
“Hei, ayo bangun!!” ucap Adna seraya
menarik salah satu selimut adiknya.
Hm, setiap pagi Adna harus terapi kesabaran
menghadapi ke-10 anak yang entah dari mana asalnya. Ada saja hal yang membuat
Adna kesal, kalau sudah begitu, Bu Ratih, ibu yang mengasuh Adna dan yang
lainnya di panti, cuma tersenyum lalu berkata, “Sabar, dulu kamu juga gitu.”.
“Tapi gak nyebelin kayak mereka kan,
bu!” Adna membela diri.
Satu persatu anak-anak panti berangkat
sekolah, tanda berakhirnya aktivitas pagi yang menyibukkan. Adna pun segera
bergegas menuju warnet yang berada tidak jauh dari panti. Dia bekerja sebagai
operator warnet di sana. Walaupun gaji sebagai operator warnet tidak seberapa,
tapi Adna lebih senang melakukan ini ketimbang harus bekerja sebagai waitress atau SPG seperti yang dilakukan
beberapa temannya. Di sini Adna dapat mencari informasi tentang beasiswa atau
perguruan tinggi dan lainnya dengan gratis. Bosan menyelami facebook, Adna beralih mencari berita. “Apa
kabarnya Indonesia hari ini?” gumam Adna.
“Anggota DPRD Jombang yang telah resmi
berstatus terpidana kasus korupsi masih menerima gaji rutin.”. Adna terbelalak
membaca berita hari ini di salah satu website.
“Makan gaji buta dong!, udah ngambil
uang rakyat, digaji pula! Sejahtera banget nih orang!” Adna mencak-mencak
melihat kelakuan orang-orang yang semakin jauh dari keadilan.
“Kenapa sih, di negeri ini yang sejahtera
cuma sebagian orang aja, harusnya semua sejahtera dong !” Adna terus
mengomentari artikel yang sedang ia baca, “negerinya kaya, rakyatnya miskin.” ucapnya
lagi sambil menutup web tersebut.
Sesosok pria yang akrab dipanggil Mas
Obi muncul dari pintu.
“Tumben mas, pagi-pagi gini udah
dateng?” sapa Adna.
“Aku mau bayar telepon, eh, helmku
ketinggalan di sini semalem.” sahut Mas Obi dengan logat jawanya sambil duduk
di bangku yang ada di depan meja operator.
“Gimana kemarin hasilnya?” tanya Mas
Obi.
“Sama kayak yang sebelumnya, mas.” jawab
Adna pelan.
“Wah, ya ndak usah cemberut gitu.” ucap
Mas Obi, “dua tahun yang lalu mas juga cuma mimpi punya usaha kayak gini, tapi
sekarang Alhamdulillah, kamu bisa liat sendiri.” cerita Mas Obi untuk
menyemangati Adna.
“Udah 3x mas.” Sahut Adna sambil
mengacungkan tiga jari dengan raut wajah geram.
“Baru tiga kali, ya sabar aja, hidup
emang gitu kadang bikin kesel, kadang bikin hepi. Kalo gak gitu ya gak seru,
iya toh?, nikmatin aja.” Ujar Mas Obi.
“Amin…!!” sahut Adna seraya mengangkat
kedua tangan layaknya orang yang sedang berdo’a.
“Lho, ini anak dibilangin kok malah
ngeyel!” ucap Mas Obi lalu bangkit dari duduknya.
Adna tertawa kecil, “iya, bener sih.
Tapi aku kan masih kecewa aja mas.”
“Ya udah, cari lagi aja. Banyak jalan
menuju Roma.” sahut Mas Obi.
Adna menghela nafas lalu meletakkan dagu
di atas tangannya yang dilipat di atas meja. “Aku udah lupain kalo aku pernah
punya cita-cita untuk kuliah mas.” ucap Adna yang mulai merasa lelah atau
hampir putus asa.
Mas Obi meraih helm lalu berkata, “kalo
kata D’masiv, jangan menyerah!”
“Bisa aja mas!” sahut Adna.
“Ya udah, aku mau bayar telepon dulu
ajalah.”
“Iya, hati-hati mas.”
Mas Obi keluar meninggalkan warnet, Adna
kembali sibuk dengan komputernya, “chatting
lagi….” gumamnya.
***
Jam 21:00, seharusnya ini waktu Adna untuk
pulang. Tapi Mas Obi belum juga datang untuk menggantikan Adna menjaga warnet.
Ditambah dengan ramainya pengunjung, tidak memungkinkan Adna untuk pulang.
Pluk ! gulungan poster jatuh di meja,
tepat di depan mata Adna. Adna menoleh ke arah asal gulungan itu jatuh.
Ternyata Mas Obi. “Apaan ni Mas?” tanya Adna sambil membuka gulungan poster
tersebut.
“Tulis karyamu, dapatkan beasiswa.” Adna
membaca tulisan pada poster.
“Itu dari temen mas, perusahaan tempat
dia kerja lagi adain program beasiswa.” terang Mas Obi, “caranya kamu bikin
artikel tentang pergaulan remaja saat ini, dikirim via pos, nanti artikel yang
lolos seleksi bisa ikut tes selanjutnya.”
“O….” gumam Adna, “kalo aku ikut bisa
lolos gak ya, mas?” tanya Adna, mengingat ia telah tiga kali gagal tes untuk
program beasiswa.
“Ya dicoba aja dulu, gimana bisa tahu
kalau belum dicoba.” sahut Mas Obi, “waktunya tinggal dua minggu lagi lho.”
Adna mengangguk. Tidak ada salahnya
untuk mencoba, kalaupun gagal bukankah Adna sudah terbiasa menerima hasil
seperti itu. Pikir Adna.
***
Sudah hampir satu minggu setelah
mendapat info beasiswa dari Mas Obi, Adna benar-benar sibuk dengan artikelnya
yang sampai hari ini belum juga selesai. Ia gunakan jam kerjanya yang tidak begitu
menyita waktu untuk menulis artikel.
“Ah, kok gak enak banget dibacanya.”
Keluhnya pada diri sendiri ketika ada kalimat yang menurutnya sedikit janggal,
yang mengharuskannya menghapus kalimat tersebut dan menggantinya dengan kalimat
baru. Sesekali Adna juga meminta pendapat dan masukan pada Mas obi.
“Alhamdulillah, akhirnya selesai juga!”
ucap Adna yang baru saja menyelesaikan artikelnya.
“Mas, minggu ini aku ambil libur besok
ya. Aku mau kirim artikelnya nih.” pinta Adna pada Mas Obi yang sedang sibuk
merakit PC.
“Jangan besok deh, besok siang aku mau
ada perlu.”
“Yah, terus kapan dong?” tanya Adna
dengan raut wajah kecewa.
“Atau kalau mau, kamu datang ke sini
habis dzuhur aja, kalo pagi aku masih bisa gantiin kamu jaga.”
“Mm, iya deh.” sahut adna sambil
tersenyum lalu sibuk dengan printer yang mengeluarkan artikelnya lembar
perlembar.
***
Adna memeriksa sekali lagi berkas yang
akan ia kirim sebelum berangkat ke kantor pos.
“Artikel, foto, biodata, foto kopi KTP …
uh, berisik banget sih!” Adna merasa terganggu dengan suara adik-adiknya yang
hari ini tidak masuk sekolah. Tapi kemudian Adna kembali memeriksa berkas yang
akan dikirimnya.
“Ok, lengkap.” gumamnya lalu melirik jam
di hand phone-nya, “udah jam delapan, harus cepet-cepet nih.”. Adna segera keluar
rumah agar secepatnya bisa sampai ke kantor pos.
***
Adna turun dari angkot tepat di depan
kantor pos, tapi ….
“Udah jam segini, kok masih tutup?”
tanya Adna pada diri sendiri.
Mungkin memang hari ini agak telat,
pikir Adna. Ia pun duduk di tangga depan kantor pos. Menunggu sambil main game di hand phone mungkin bisa jadi
solusi.
Ah, cukup. Main game terlalu lama, cukup
membosankan. Tapi kenapa sudah satu jam Adna menunggu, tidak ada tanda-tanda
bahwa kantor pos akan buka.
“Haus banget.” keluhnya. Adna mengambil
dompet dari dalam tas. Selagi mengambil uang, Adna melirik sebuah kalender
berbentuk seperti kartu ATM di dompet. Ia melihat dengan jelas tanggal hari ini
berwarna merah.
“Ya Allah, pantes aja kantor pos tutup!”
seru Adna, “ah, kok aku gak nyadar kalo hari ini tanggal merah.” Keluhnya
dengan hati kesal. Merasa apa yang ia lakukan sia-sia, Adna segera naik angkot
menuju warnet.
***
“Ya emang hari ini tanggal merah.” sahut
Mas Obi dengan santai setelah mendengar cerita Adna di kantor pos.
“Kok mas Obi gak bilang, aku cengo tahu nunggu sendirian di kantor
pos!” protes Adna dengan wajah cemberut.
“Ya udah sini kasih ke aku, kebetulan
besok aku mau ketemu temenku lagi, nanti aku titip ke dia.” ucap Mas Obi.
“Beneran mas?” raut wajah Adna langsung
berubah ceria mendengarnya. Mas Obi hanya mengangguk.
“Kenapa gak bilang dari kemarin aja sih,
mas!” Adna kembali protes, “tahu gitu aku kan gak usah repot-repot ke kantor
pos.” lanjutnya.
“Aku mau tahu aja, berapa besar semangat
kamu setelah tiga kali gagal.” sahut Mas Obi santai. Adna menyangga wajahnya
dengan tangan, dalam hati ia membenarkan bahwa sebenarnya semangatnya kali ini
tidak seperti pertama kali ia mengikuti tes untuk mendapatkan beasiswa.
“Kamu jangan nge-down karena itu, justru harusnya kamu lebih semangat. Kalau tiga
tes kemarin kamu gagal, berarti kali ini kamu harus berhasil.” Mas Obi selalu
memberi semangat pada Adna, “kamu tahu kenapa ukuran kaca depan mobil lebih
besar dari pada kaca spion?”
“Ya iyalah mas, kalo nyetir kan mata kita ke depan, liat kaca
spion palingan sesekali aja.” jawab Adna sekenanya.
“Hidup juga gitu, orang akan selalu
memandang ke depan lebih penuh perhatian dan hanya akan melihat masa lalu sesekali
saja. Jadi kamu jangan berpikiran negatif untuk tes kali ini, hanya karena kamu
gagal tiga kali.”
Adna mengangguk. Ya, benar. Kenapa harus
kehilangan semangat hanya karena masa lalu. Masa lalu mungkin tidak bisa
diubah, tapi masih banyak kesempatan mengubahnya di masa depan.
***
Adna memejamkan mata, ia rasakan
jantungnya berdetak lebih cepat menghadapi website yang mengumumkan artikel
yang lolos seleksi program beasiswa. Perlahan ia membuka mata mencari-cari namanya.
Kalau saja Adna tidak sedang di warnet,
mungkin sekarang ia sedang berteriak kegirangan karena melihat namanya
terpampang di web sebagai satu dari 50 orang yang lolos seleksi.
“Tes selanjutnya akan diadakan di kantor
pusat pada hari senin 04 Juli 2011.” membaca sebaris info di web, Adna segera
mencatat alamat perusahaan.
“Ternyata prosesnya cepet juga, baru
hari ini diumumin, lusa udah tes lagi aja.” ujar adna, “semangat Adna, tes kali
ini harus berhasil! Kalo tes kali ini berhasil, itu udah cukup untuk membayar
tiga tes yang gagal.” ujarnya lagi.
***
“Sebelumnya saya ucapkan selamat pada
kalian semua karena dari ratusan orang yang mengirim artikel, kalianlah yang
terpilih untuk mengikuti tes kedua.” ucap seorang pria
berdasi di depan 50 orang yang akan
mengikuti tes, termasuk Adna. “Tes kali ini ada dua tahap, tahap pertama interview dan kedua psikotes. Dari tes
ini akan dipilih 30 orang yang berhak mengikuti tes terakhir. Infonya akan
diumumkan lusa melalui website kami.” Lanjutnya.
Adna menarik nafas panjang, meyakinkan
hati bahwa ia mampu melewati tes ini. Tes yang ternyata cukup memakan waktu
membuat Adna dan peserta lainnya penat.setelah menyelesaikan tes mereka semua
berhamburan keluar melepas kepenatan, begitupun Adna. Ia melihat peserta yang
lain masuk masuk ke cafe depan gedung perusahaan. Tapi, dibandingkan dengan
cafe Adna lebih senang masuk ke sebuah warteg di seberang jalan. Tentu bukan
karena Adna tidak suka cafe, tapi ini agar ia bisa pulang tanpa harus jalan
kaki. Ah, Adna tidak peduli dengan itu. Saat ini ia hanya ingin segera menemui
hari lusa esok, melihat apakah namanya akan kembali terpampang di website itu
lagi.
***
Rasa ini muncul lagi, rasa deg-degan
saat mengahadapi website yang akan memberikan kabar tentang hasil tes kemarin.
Perlahan Adna membuka matanya yang sejak tadi ia pejamkan. Adna hampir saja
membuka mulutnya untuk berteriak karena ia kembali melihat namanya di website
sebagai peserta yang berhak mengikuti tes terakhir, sadar ia sedang ada di
warnet Adna mengurungkan niatnya dan menggantinya dengan ucapan syukur,
“Alhamdulillah….”.
***
Pagi ini Adna menyiapkan diri untuk
mengikuti tes terakhir. Entah bagaimana tes hari ini, yang jelas apapun
hasilnya Adna bertekad bahwa ia harus menerimanya dan ia tidak boleh kehilangan
semangat lagi jika kali ini ia gagal. Pikir Adna seraya memandang wajahnya di
cermin.
Semangat !!!
Setelah mengejar bus, akhirnya Adna
sampai di tempat tes meskipun sedikit terlambat. Selang beberapa detik setelah
Adna mendapatkan kursi di baris belakang, seorang pria yang sama waktu ia
mengikuti tes sebelumnya muncul dengan membawa setumpuk kertas.
“Ok, terima kasih kalian datang tepat
waktu. Ini adalah tes terakhir yang akan memilih sepuluh orang terbaik dari
kalian yang berhak mendapat beasiswa penuh dari kami. Kali ini kalian akan
menyelesaikan studi kasus yang akan kami bagikan, dan kalian akan
mempresentasikan hasilnya di depan lima orang penilai di ruang sebelah.” ucap
pria itu.
Adna hanya bisa bengong setelah
mendapatkan soal. Tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya. “Harus bisa.” gumamnya,
lalu mulai berkonsentrasi pada studi kasus yang ia terima.
Walaupun Adna menyerahkan pekerjaannya
di detik-detik terakhir dari waktu yang diberikan untuk menyelesaikan studi
kasus, yang penting bagi Adna, ia mampu menyelesaikannya. Dan setelah
serangkaian tes hari ini berakhir, ke-30 peserta berkumpul kembali untuk
mendengarkan pengumuman dari perwakilan perusahaan yang sejak awal menemani
mereka melalui tes. “Terima kasih untuk kerja keras kalian hari ini, tapi walau
bagaimanapun kami tetap harus memilih sepuluh dari kalian yang akan mendapatkan
beasiswa. Tentu kami tidak bisa mengumumkannya hari ini, hasilnya akan kembali
kami umumkan melalui website kami pada hari Rabu 13 Juli 2011. Bagi kalian yang
nantinya terpilih, selamat. Dan yang tidak tetap semangat, karena kesempatan
untuk kalian bukan hanya di sini.”
Adna hanya tersenyum mendengarnya, ia
sudah mempersiapkan diri untuk itu sejak awal ia mengikuti tes ini.
***
Rabu, 13 Juli 2011
Lagi, rasa deg-degan saat mengahadapi
website yang akan memberikan kabar tentang hasil tes muncul lagi, bahkan ini
lebih dari yang ia rasakan kemarin. Ditemani Mas Obi, Adna melihat pengumuman
hasil tes terakhir. Hanya dengan sekilas saja Adna bisa melihat dengan jelas
bahwa namanya tidak lagi tercantum di web tersebut.
“Sabar, tetap semangat. Masih banyak
kesempatan di tempat lain.” ujar Mas Obi.
“Iya mas, aku udah mempersiapkan diri
untuk pengumuman hari ini.” Adna terlihat lemas. Lelah dan kecewa untuk hal
yang sama terulang kembali untuk keempat kalinya hari ini. Setelah mengikuti
serangkaian tes, lengkap dengan bolak-balik memenuhi persyaratan ini dan itu,
ternyata Adna harus gagal lagi mendapatkan beasiswa.
“Ini,” Mas Obi memberikan selebaran pada
Adna, “tadi aku dari kampus adikku, ada program beasiswa di sana.” jelasnya.
“Lagi, mas?” tanya Adna, Mas Obi hanya
mengangguk. Awalnya Adna merasa tidak yakin untuk mengikutinya, ia sudah sangat
lelah. Tapi mengingat tekadnya sebelum mengikuti tes terakhir untuk tidak
kehilangan semangat lagi, Adna pun memutuskan untuk mencobanya.
“Tapi aku gak siap untuk gagal yang
kelima kali.” ucap Adna.
“Kenapa?” Mas Obi mengernyitkan dahi, ia
pikir Adna benar-benar tidak ingin mengikuti tes program beasiswa lagi.
“Karena kali ini aku harus berhasil!”
sahutnya.
Mas Obi tersenyum, “jadi mau coba lagi?”
“Ok, kalo gak dicoba mana bisa tahu
hasilnya.” gumamnya penuh semangat meskipun dalam hati Adna masih sangat lelah.
***
Maju Terus, Pantang Mundur !!
Maju Terus, Pantang Mundur !!
Cerpen ini bercerita tentang Adna, gadis
berjilbab, 19 tahun, tinggal di sebuah panti asuhan sederhana dan ia bekerja
sebagai operator warnet. Ia sangat berharap dapat melanjutkan pendidikannya ke
perguruan tinggi, tapi terbentur dengan ekonomi membuat Adna tidak bisa
melakukannya. Itulah sebabnya Adna mencari beasiswa. Tapi ia harus merasakan
kecewa untuk ketiga kalinya karena lagi-lagi ia gagal mendapatkan beasiswa. Padahal
untuk mengikuti serangkaian tes, memerlukan tenaga, pikiran dan uang yang tidak
sedikit. Hatinya lelah, ia tidak ingin mengikuti tes seperti ini lagi. Untuk
apa?, hanya buang waktu.
Disaat Adna merasa putus asa dengan
harapannya untuk melanjutkan pendidikan, Mas Obi membawa informasi tentang
sebuah perusahaan yang sedang mengadakan program beasiswa pada Adna. Awalnya ia
enggan, tapi dengan sisa semangat yang ada, Adna mencoba untuk mengikuti tes
program beasiswa tersebut. Sebagai tes pertama Adna harus mengirimkan artikel.
Ternyata ini tidak mudah, Adna menghabiskan waktu cukup lama untuk membuatnya. Sedikitpun
tidak terbersit di pikiran Adna bahwa artikelnya akan terpilih, apalagi sampai
mendapatkan beasiswa. Tapi tanpa disangka-sangka artikelnya lolos seleksi.
Semangatnya yang hampir hilang mulai terpupuk kembali. Adna pun mengikuti tes
kedua. Seperti tes pertama, pada tes kedua, meski menemui banyak kesulitan Adna
mampu melewatinya.
Adna pun sampai pada tes terakhir.
Sebelum berangkat Adna membulatkan tekad pada dirinya bahwa ia harus menerima
apapun hasilnya, ia tidak boleh kehilangan semangat seperti saat ia gagal pada
tiga tes sebelumnya. Jika kali ini gagal, ia tidak boleh putus harapan. Ia
harus mendapatkan beasiswa, jika tidak di perusahaan itu, Adna akan mencarinya
di tempat lain.
Awal perjalananpun Adna menemui masalah
karena ia harus mengejar bus dan sedikit terlambat sampai tempat tes. Ketika
tes berlangsung, walaupun ia ada di urutan terakhir yang menyelesaikan tes
terakhir, tapi Adna yakin telah melakukan yang terbaik.
Hingga saatnya hari pengumuman melalui
website perusahaan. Adna dengan penuh harapan membuka website tersebut, tapi ternyata
ia tidak menemui namanya pada daftar peserta yang terpilih untuk mendapatkan
beasiswa, untuk tes kali inipun Adna gagal. Hampir saja ia kehilangan semangat.
Ah, ini benar-benar membuat Adna lelah!. Ia akan berhenti mencari beasiswa dan
melupakan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan.
Tapi ia tidak bisa melakukannya, karena
ia telah membulatkan tekad untuk menerima apapun hasilnya dan ia tidak boleh kehilangan
semangat.
RSS Feed
Twitter
Sabtu, September 01, 2012
Unknown
Posted in