Minggu, 20 Mei 2012


20 Mei, kerap diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS). Berbagai kegiatan digelar untuk memperingati HARKITNAS, mulai dari upacara yang dihadiri oleh seluruh komponen masyarakat hingga diisi dengan siraman rohani seperti yang dilakukan Pemkab pacitan.  Meski memperingati HARKITNAS setiap tahun, namun ternyata kondisi Indonesia belumlah juga mengalami kebangkitan. Hal ini terbukti dari apa yang kita lihat setiap hari, baik secara langsung atau melalui media. Korupsi, kriminalitas, KDRT, pornografi, kesenjangan social serta seabrek masalah lainnya kian menjangkit dalam tubuh negeri ini. Bahkan kronis!. Wanita pun turut merasakan imbas dari semua ini. Tentu sederetan fakta tersebut sangat jauh dari kata “Kebangkitan”, bukan?
Karena bicara kebangkitan –apalagi dalam konteks sebuah bangsa-, artinya kita bicara tentang perpindahan posisi dari posisi sebelumnya kearah atau posisi yang lebih baik. Maka akan menjadi aneh jika dengan kondisi yang ada saat ini ada orang yang mengatakan bahwa negeri ini telah bangkit. Sedangkan kondisi Indonesia saat ini tidaklah lebih baik dari sebelumnya –bahkan ketika Indonesia masih dijajah. Satu hal yang pasti kebangkitan hakiki bukan dilihat dari prosentase pertumbuhan ekonomi atau angka-angka belaka, melainkan dengan pergerakan real bangsa itu sendiri.
Sebelum mencapai kebangkitan, tentu kita harus mempunyai gambaran terlebih dahulu tentang seperti apa kebangkitan yang ingin kita capai?, terlebih lagi kebangkitan dalam sebuah bangsa. Dan sejauh ini, sesungguhnya Indonesia belum memiliki itu. Bahkan arti kebangkitan terasa kian kabur, hingga arah kebangkitan semakin tidak jelas. Contohnya saja ketika kaum feminis menyatakan bahwa saat ini perempuan mengalami diskriminasi dan ketidak adilan sosial. Mereka menginginkan kesamaan posisi bagi laki-laki dan perempuan. Lalu muncullah Rancangan Undang-Undang Kesetaraan Gender (RUUKG) yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan di segala bidang kehidupan bagi perempuan dan laki-laki. Alih-alih membawa perempuan kearah yang lebih baik, jika RUUKG ini disahkan justru akan menjadikan perempuan melalaikan tugas utamanya, Ummu Wa Robbah al-bait (Ibu dan Pengurus Rumah Tangga), karena mereka akan disibukkan dengan urusan di luar rumah. Padahal, jika tugas utama ini diabaikan sama saja mengabaikan masa depan bangsa. Karena tidak adanya peran perempuan sebagai ibu dalam mencetak generasi yang akan datang. Maka wajar jika generasi penerus yang akan datang adalah generasi rusak dengan mental tempe. Hal ini disebabkan oleh pemerintah yang disetir oleh asing. Memang begitulah karakteristik bangsa pengekor dan mengemban sistem Demokrasi-Kapitalisme, segala tindak-tanduk, keputusannya adalah pesanan asing.
Beda kapitalis, beda Islam. Islam memandang bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah setara. Jika ada perbedaan, maka itu bukan diskriminasi melainkan pembagian tugas semata. Karena memang pada faktanya, Allah menciptakan perempuan dan laki-laki berbeda. Misalnya saja dalam hal menutup aurat, baik laki-laki maupun perempuan wajib menutup aurat. Hanya saja aurat laki-laki dan perempuan berbeda, sehingga cara menutup aurat bagi keduanya berbeda. Tentu bukan diskriminasi, melainkan sebuah penghormatan yang akan memuliakan perempuan. Terlepas dari itu, semua adalah sama. Laki-laki dan perempuan pun akan mendapat pahala yang sama ketika menjalankan perintah Allah SWT.
Semua ini akan terwujud ketika seluruh sistem Islam diterapkan dalam sistem pemerintahan, yaitu khilafah. Ketika ini terlaksana, maka tidak akan muncul masalah kesetaraan gender, karena Islam telah membagi porsi laki-laki dan perempuan sesuai fitrahnya masing-masing. Hal ini telah dibuktikan oleh generasi Islam sebelumnya, selama + 14 abad memimpin dunia dan mencapai kebangkitan hakiki dalam naungan Khilafah. Dari pemaparan singkat diatas, maka kita dapat melihat bahwa akar permasalahan dari seluruh masalah yang ada di Indonesia bahkan dunia, bukanlah masalah tersendiri melainkan menyangkut sistem yang diterapkan dalam bangsa tersebut. Permasalahan yang begitu menumpuk adalah buah dari sistem yang rusak. Dan untuk memperbaikinya adalah mengganti sistem yang rusak dengan sistem yang shahih, ketika akarnya telah diperbaiki maka buahnyapun akan menjadi baik pula.
Atas dasar inilah, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia pada Ahad, 20 Mei 2012 menggelar Konferensi Intelektual Muslimah untuk Bangsa dengan tema “KHILAFAH : Jalan Baru Melahirkan Generasi cemerlang”. Para intelektual muslimah (mahasiswa, dosen, mufakkir, dll) yang hadir, sadar betul apa yang dibutuhkan ummat hari ini untuk mencapai kebangkitan hakiki. Para intelektual muslimah menyatakan kerinduannya pada sistem yang telah meyatukan ummat Islam terdahulu. Mereka merindukan sistem yang mampu menjaga kehormatan dan kemuliaan perempuan, bahkan seluruh ummat manusia –muslim, maupun non muslim. Mereka merindukan sistem yang mampu memberikan pendidikan, pelayanan kesehatan, serta mendistribusikan kekayaan secara adil, yang mampu menyejahterakan rakyatnya. Mereka rindu akan sistem yang mampu membangun peradaban tinggi. Lebih dari itu, mereka rindu akan sistem yang diridhoi Allah SWT. Maka di Konferensi Intelektual Muslimah Untuk Bangsa mereka berkumpul menyuarakan satu suara, “Khilafah”. Karena hanya sistem Islamlah yang mampu mengantarkan muslimah dan ummat pada kebangkitan hakiki. Kenapa begitu?, tidak lain karena Islam adalah sistem yang diturunkan oleh Allah SWT yang mengetahui betul apa yang terbaik untuk manusia, karena Dia-lah yang telah menciptakan manusia. Sungguh, tidak ada lagi sistem yang mampu memberi kebangkitan hakiki pada ummat manusia selain sistem Islam yang diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah.

0 komentar:

Posting Komentar