Jumat, 08 Februari 2013


Wudhu adalah membasuh bagian tertentu anggota badan sebagai persiapan bagi seorang muslim untuk menghadap Allah SWT. Wudhu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki....” (TQS. Al-Maidah : 6)
Nabi SAW pernah bersabda :
Alllah tidak akan menerima shalat seseorang di antara kalian apabila berhadats, sehingga ia berwudhu.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud dan At-Tirmidzi)

1. Keutamaan berwudhu
Dari Abdullah Ash-Shunabaji r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Bila seorang hamba berwudhu lalu berkumur-kumur, maka keluarlah dosa-dosa dari mulutnya. Jika ia membersihkan hidung,dosa-dosa akan keluar pula dari hidungnya; begitu juga tatkalah ia membasuh muka, dosa-dosa akan keluar dari mukanya sampai-sampai dari bawah pinggir kelopak matanya. Jika ia membasuh kedua tangan, dosa-dosanya akan turut keluar sampai dari bawah kukunya. Demikian pula halnya bila ia menyapu kepala, dosa-dosanya akan keluar dari kepala bahkan dari kedua telinganya. Begitupun tatkala ia membasuh kedua kaki, keluarlah pula dosa-dosa tersbut dari dalamnya, sampai bawah kuku jari-jari kakinya kemudian tinggallah perjalanannya ke masjid dan shalatnya menjadi pahala yang bersih baginya.” (HR. Malik, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

2. Rukun Wudhu
a. Niat
b. Membasuh wajah hingga batas tumbuh rambut
c. Membasuh kedua tangan hingga siku
d. Menyapu sebagian kepala
e. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
f. Tertib

3. Sunnah Wudhu
  1. Membaca Basmalah
  2. Menyilang-nyilang jari
  3. Membasuh tiap anggota badan sebanyak 3x
  4. Menyiang-nyiangi jenggot
  5. Tayamum (mendahulukan anggota badan yang kanan baru yang kiri)
  6. Bersiwak (Menggosok gigi)
  7. Memanjangkan cahaya
  8. Mengusap daun telinga
  9. Tidak boros air 
  10.  Membaca do’a sementara wudhu   
  11. Membaca do’a selesai wudhu
  12. Shalat sunnah wudhu 2 rakaat

4. Tata Cara Wudhu                                                                                                     
         1.   Membaca Basmallah sambil membersihkan kedua telapak tangan sampai ke sela-sela 
                jari.
         2.   Berkumur-kumur tiga kali.
         3.   Membersihkan hidung dengan cara menghirup air ke rongga hidung dan 
               mengeluarkannya, dilakukan tiga kali.
          4.   Membasuh wajah sampai batas rambut tumbuh sebanyak tiga kali.
          5.   Membasuh kedua tangan hingga siku sebanyak tiga kali.
          6.   Menyapu kepala/sebagian kepala dilanjutkan dengan menyapu kedua telinga dilakukan 
                sebanyak tiga kali.
          7.   Membasuh kaki sampai mata kaki atau lebih sebanyak tiga kali.
          8.   Tertib
          9.   Membaca do’a selesai wudhu

5. Yang Membatalkan Wudhu
          1.   Keluar sesuatu melalui dua jalan kotoran (dubur atau kubul)
          2.   Tidur
          3.   Pingsan
          4.   Tidur dalam shalat
          5.   Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Sentuhan seorang istri 
                 terhadap suami atau sebaliknya tidak membatalkan wudhu.
          6.   Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan
  
     Do'a Selesai Wudhu
Do'a ketika Wudhu



Sumber :
      Ø  Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, hal. 40-66  
      Ø  Ust. Abdul Kadir Nuhuyanan, Panduan Shalat Lengkap & Praktis Sesuai Pentunjuk   
           Rasulullah Saw., Akbar Media, Jakarta, hal. 29-34


Oleh : Maswha Faizah
 
Oktober 2010, kuputuskan berhenti bekerja dari sebuah kantor pemasaran perumahan. Bukan karena tidak ingin bekerja, tapi karena sistem kerja yang baru. Sistem baru itu memaksaku untuk bekerja melebihi waktu biasa. Selain itu, sistem baru ini membuatku sulit meminta izin.
Aku aktif di sebuah harokah. Aktifitasku di sana adalah mengaji dalam perhalqahan lalu menyampaikannya pada yang lain. Jika ditinjau dari hukum Syara’, aktifitas menuntut ilmu dan menyampaikannya adalah wajib. Sedang bekerja adalah mubah bagi seorang muslimah. Atas dasar inilah kuputuskan untuk berhenti bekerja.
Aku yakin berhenti bekerja bukan berarti memutus tali rezeki. Rizki minallah, begitu yang selalu kuyakini. Meski begitu, aku mengerti bahwa rezeki tidak datang dengan sendirinya. Ada sebab akibat atau perantara yang harus dijalani. Tuntutan kehidupan mengharuskanku mencari pekerjaan baru. Pekerjaan yang tidak terlalu menyita waktuku.
Setiap hari aku mencari info lowongan kerja, dari internet, koran atau teman. Entah berapa banyak surat lamaran yang kulayangkan via pos. Tidak hanya lewat pos, aku juga mengirim lamaran via e-mail. Entah berapa banyak uang yang kuhabiskan untuk memenuhi panggilan interview. Bukan hanya usaha, do’apun tak lupa kupanjatkan. Shalat sunnahpun kujalankan. Namun pekerjaan belum juga berpihak padaku.
Sebenarnya ada beberapa perusahaan yang menerimaku. Sayangnya, perusahaan tersebut tidak berbeda dengan pekerjaan lamaku. Untuk apa aku terima, sedang kantor lama yang masih menawariku pekerjaan saja aku tolak. Aku juga sempat mendatangi perusahaan yang hanya menipu para pencari kerja. Untuk bekerja di perusahaan tersebut kami harus membayar uang training sebesar Rp. 500.000,-. Setelah kucari info, ternyata perusahaan tersebut masuk dalam blacklist perusahaan penipu. Untungnya aku tidak tertipu.
Setelah perusahaan itu, aku mendapat panggilan dari sebuah perusahaan. Tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, menurutku ini juga penipuan. Di koran dikatakan perusahaan tersebut membutuhkan admin, sekretaris dan lainnya. Tapi di hari interview aku dan pelamar lainnya diajak untuk berjualan, manjadi sales marketing. Katanya, untuk mendapatkan posisi yang diinginkan kita harus menjual produk mereka selama +3 bulan.
Mencari pekerjaan terasa sangat sulit. Harus bagaimana lagi untuk mendapat pekerjaan? Tidak bisa dipungkiri, orang tua dan orang di sekitarku yang menanyakan soal pekerjaan juga membuatku tertekan. Pusing! Dua bulan ini aku hanya membuang waktu, tenaga dan biaya. Hasilnya, nol besar. Kadang aku menangis di sepertiga malam. Mengadukan semua pada Allah. Memohon agar Dia mau mengabulkan do’aku, menjawab usahaku.
Sudahlah, aku tidak mau lagi pusing dengan mencari pekerjaan. Terserah apa yang akan orang tanyakan padaku. Yang aku tahu, aku sangat lelah. Januari 2012 kubiarkan berlalu tanpa mencari pekerjaan. Aku tidak lagi membeli koran, ke warnet, atau bertanya pada seorang teman. Tidak. Setidaknya hingga lelah ini tidak lagi bersamaku. Aku masih yakin, rizki minallah.
Waktu luangku lebih banyak kupergunakan untuk menjalankan aktifitas di harokah dan introspeksi diri. Hingga tepat di sepertiga malam Jum’at, 17 Pebruari 2012, di hari kelahiranku. Aku kembali introspeksi diri, mengapa selama ini usaha dan do’aku untuk mendapat pekerjaan belum juga terjawab.
Aku beristighfar berkali-kali. Seakan Allah telah menjawab. Mengapa Allah tidak juga memberiku sebuah pekerjaan? Mungkin selama ini aku hanya fokus mencari pekerjaan, mencari dunia. Aku telah lupa alasanku meninggalkan pekerjaan lamaku. Setiap malam do’aku hanya tentang pekerjaan. Tidak pernah kudo’akan keluargaku saudara-saudara seagamaku. Seakan-akan akulah satu-satunya orang yang sedang dalam kesulitan.
Betapa egoisnya aku. Pantas saja Allah tidak juga menjawabnya. Betapa malunya aku pada Allah saat ini.
Ya Allah, ampuni aku. Aku tidak ingin lagi terjebak dalam urusan dunia hingga melalaikan kewajibanku. Kuserahkan semua padamu, Engkau tahu yang terbaik untukku. Jika Egkau menghendaki sebuah pekerjaan, apapun itu akan kuterima tapi jika tanpa pekerjaan akan lebih mendekatkan aku padaMu, sungguh, aku ridho....
Lega rasanya menyerahkan semua pada Allah. Lelah yang selama ini menyelimutiku hilang tidak berbekas.
Jum’at pagi sekitar pukul 07.00, seorang tetangga memanggilku. Ia menawariku sebuah pekerjaan di daerah Bogor. Kebetulan kantor tempat suaminya bekerja sedang membutuhkan administrasi baru. Seketika itu juga aku merasa Allah menjawab usaha dan do’aku. Akhirnya kucoba melamar di perusahaan tersebut. Alhamdulillah, pekerjaan itu cocok. Tanpa perlu kuhabiskan waktu, tenaga, dan biaya.
Ketika telah kuserahkan semua pada Allah, Allah-lah yang menyelesaikannya. Allah menjawabnya. Ya, serahkan saja pada Allah. Sisanya biarkan Allah yang mengurus.
***

Oleh : Maswha Faizah

Selebritis meramaikan panggung konser, itu sudah biasa. Namun belakangan bukan hanya panggung konser nan megah saja yang menarik perhatian para seleb. Panggung politik yang sarat dengan kekuasaan pun seakan menjadi magnet. Terbukti sejumlah selebritis telah berkecimpung di dunia politik. Bahkan semakin hari jumlahnya bertambah.
Sebut saja Zumi Zola yang sekarang menjabat sebagai Bupati Tanjung Jabung Timur, Jambi. Dicky Chandra yang sempat menjadi Wakil Bupati Garut, Jawa Barat. Pendahulu mereka aktor Rano Karno juga mendapat jabatan penting sebagai pejabat daerah. Selain menjabat sebagai kepala daerah, banyak juga selebritis yang menduduki bangku DPR. Di antaranya adalah Rieke Diah Pitaloka, Tere, Rachel Maryam, Vena Melinda, Angelina Sondakh hingga Eko Patrio.
Yang terbaru adalah wacana Sang Raja Dangdut, Rhoma Irama yang mengaku siap mencalonkan diri menjadi presiden 2014. Rhoma mengaku siap karena adanya desakkan dari ulama, habaib, serta umat. Rhoma Irama mengaku tidak akan mencari partai politik untuk mendukungnya. karena menurutnya posisi presiden bukanlah jabatan yang menggiurkan. Tapi jika ada partai politik islam yang mendukungnya, ia siap tampil sebagai capres 2014.
Menurut Obsatar Sinaga, pengamat politik UNPAD, masyarakat Indonesia telah jen uh dengan politik Indonesia. Jenuh melihat tokoh politiknya. Munculnya selebritis di panggung politik, seolah menjadi pancingan bagi masyarakat. Namun kepiawaian mereka di panggung konser tidak sepiawai ketika berada di panggung politik. Tidak sedikit dari mereka yang gagal dalam pencalonan. Ironisnya, mereka yang lolospun banyak yang jatuh ke jurang praktik korupsi.

Pemimpin dalam Islam

Dalam Islam sebuah kepemimpinan adalah tanggung jawab besar. Karena kelak kepemimpinannya itu akan dimintai pertanggung jawaban oleh Alah SWT. Terlebih  menjadi pemimpin sebuah negara. Maka tidak semua orang mampu menjadi pemimpin. Pemimpin negara Islam yaitu Daulah Khilafah, adalah Khalifah. Khalifah bertanggung jawab mengurusi segala urusan ummat. Maka dari itu, seorang pemimpin harus mumpuni dalam bidangnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
 “Apabila perkara (urusan) diserahkan kepada selain ahlinya, maka nantikanlah kiamat/kehancuran.” [HR Bukhari].

Masuknya para selebritis ke panggung politik, bukanlah solusi dari kejenuhan masyarakat akan politik indonesia saat ini. Kejenuhan ini adalah bentuk kekecewaan masyarakat pada lemahnya sistem pemerintahan Indonesia. Sistem yang hanya mampu menyejahterakan para pemodal. Sistem yang tidak mampu berlaku adil pada seluruh rakyatnya. Sistem yang selama ini kita kenal dengan demokrasi, buah dari sistem kapitalis.
Jika bermasalah dengan sistem, maka sistem pulalah solusinya. Sebagai negara mayoritas muslim, tentu tidak ada pilihan sistem lain selain Islam. Sistem inilah yang telah terbukti mampu meneyejahterakan seluruh rakyat. Sistem yang mampu berlaku adil pada seluruh rakyatnya. Tidak hanya muslim, tapi juga non-muslim.

Wallahu'alam

Oleh : Maswha Faizah

Batinku bergejolak. Seperti ada perang dalam hati. Atau seperti setan dan malaikat yang berdebat atas diri seseorang. Ataukah ini perdebatan antara hati dan ego?
“Untuk apa pake jilbab? Kayak kelakuan udah bener aja!”            
Sesaat kemudian sisi hati ku yang lain menjawab, “Tidak! Bagaimanapun keadaanku, aku tetap seorang muslimah, wajib menutup aurat!”
"Ah, pikir lagi! Nanti nyesel!”
Ah, pusing! Harus bagaimana? Satu sisi aku sudah mengerti akan kewajiban menutup aurat. Tapi banyak hal yang memberatkan hati ini untuk melakukannya. Yang paling utama adalah sikapku. Aku merasa sikapku belumlah pantas untuk menggunakan kerudung apalagi jilbab.
Semenjak intensif mengikuti kajian islam, aku mulai mengerti apa tujuan hidup ini. Aku mulai “melek” bahwa hidup ini adalah amanah. Amanah yang suatu saat akan dimintai pertanggung jawaban oleh pemberinya, seperti dalam firman Allah SWT.  :
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya
(TQS Al-Mudatsir : 38)
Sebagai orang yang diberi amanah tentu kita harus menjaga amanah tersebut. Menjaganya sesuai instruksi pemberi amanah. Artinya jika hidup adalah amanah, maka kita harus menjalaninya sesuai aturan main yang telah dibuat Allah. Termasuk menutup aurat, ya aku tahu itu. Lho, udah tahu kok masih ragu melakukannya?
Itu karena aku merasa belum siap. Belum siap dengan kelakukanku yang menurutku masih amburadul. Belum siap dengan ejekan orang lain. Belum siap, pokoknya belum siap!
Sekali lagi, aku membaca terjemah surat An-Nur ayat 31, ayat yang memerintahkan seorang muslimah untuk memakai kerudung.
“....dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya....”
Setelah membacanya, kubuka surat Al-Ahzab ayat 59, ayat yang memerintahkan muslimah untuk mengenakan jilbab.
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Awalnya sungguh aneh mendengar jilbab bukanlah kerudung. Tapi kini dengan kedua dalil di atas terjawab sudah. Kacaunya, jawaban itu belum juga menggerakkanku untuk berubah. Ya Allah, what’s wrong with me??
Mau bagaimana lagi? Aku sudah tidak tahu harus apa? Akhirnya kegalauanku berlabuh pada Nidya, sahabatku. Kebetulan dia sudah mengenakan jilbab dan kerudung.
“Belum siap kenapa? Bukannya kamu udah ngerti hukum menutup aurat?” tanya Nidya padaku.
Aku menghela nafas. Menimbang jawaban mana yang akan kukatakan pada Nidya. Nidya memandangku, mendesak untuk segera mendapat jawaban.
“Mm, ya belum siap. Aku ngerasa kelakuanku ini belum pantas berjilbab Nid.” Jawabku pelan, “apa gak lebih baik aku memantaskan diri dulu, baru kemudian menutup aurat.” Tambahku.
Nidya tersenyum, lalu berkata “Faiha, ketika ayat tentang jilbab turun, semua shahabiyah langsung menaati. Tidak ada dari mereka yang mengatakan belum siap, padahal waktu itu mereka pun baru mengenal Islam.”
Aku tertunduk, apa yang salah pada diriku sebenarnya? Kenapa sulit sekali meyakinkan diri untuk menutup aurat.
“Apa bedanya dengan kita. Meski sudah Islam sejak lahir, tapi kita baru benar-benar mengkaji Islam sekarang kan? Bukan memantaskan diri untuk berjilbab, tapi jilbablah yang akan memantaskan diri kita.” Tambahnya lagi, “maksudnya, jilbablah yang akan menjaga prilaku kita. Karena dengan berjilbab ketika akan melakukan sesuatu kita akan mengukur terlebih dahulu, pantaskah perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang berjilbab. Jadi, justru dengan berjilbab kita akan lebih mudah memperbaiki diri.” Nidya terus berusaha meyakinkanku.
“Selain itu Nid, aku juga belum siap dengan komentar-komentar orang sekitarku. Ketika aku berjilbab pasti mereka....” aku tidak meneruskan kalimatku, kupikir Nidya mengerti apa maksudku.
“Ejekan atau komentar apapun, sebenarnya bukan apa-apa Fai. Kamu tahu, sekarang di Prancis, muslimah dilarang memakai burqo. Saudara kita di negara minoritas muslim juga mengalami tindak kekerasan hanya karena mereka adalah muslim.”
“Ya, aku tahu tentang mereka.” Jawabku
“Ternyata cobaan kita tidak seberat mereka Fai. Dulu aku sempet ragu untuk menutup aurat, tapi melihat mereka aku jadi malu. Mereka saja yang dipersulit, masih mempertahankan jilbabnya. Kenapa kita tidak bisa, padahal kondisi kita jauh lebih baik.”
Kata-kata Nidya benar. Kalau harus menunggu baik dulu, kapan aku akan menutup aurat. Mau sampai kapan aku menabung dosa lantaran tidak bersegera melaksanakan perintah-Nya. Ah, Nidya. Sahabatku itu memang pandai meyakinkanku. Akhirnya, kuhapus ragu dalam hati. Kuyakinkan diri untuk menutup aurat.
Aku semakin giat mengkaji Islam, membaca buku-buku agama, agar bertambah pengetahuanku. Membaca Al-Qur’an dan terjemahnya, agar aku bisa memahaminya. Mendekatkan diri pada Allah, agar Dia mengistiqomahkanku di jalan ini.
Ya, kata-kata Nidya terbukti. Setelah berjilbab justru aku mampu memperbaiki diri. Andai aku harus menunggu menjadi baik, mungkin hari ini aku belum berjilbab. Ejekan, siapa yang peduli dengan itu. Aku tidak menganggap itu ejekan sebenarnya. Menurutku justru itu adalah do’a. Karena biasanya ketika aku lewat di hadapan mereka, mereka hanya berkata, “Assalamu’aikum...”, atau “Mau kemana ustadzah?”. Bukankah itu do’a?
Ya Allah, terima kasih atas segalanya. Atas hidup yang Kau amanahkan. Atas jalan yang Kau pilihkan untukku. Atas kesempatan mengenal islam lebih dalam. Atas sahabat yang telah Kau kirimkan untukku. Atas setiap nikmat yang telah Kau berikan. Atas rahmat-Mu, yang hingga kini membuatku tetap istiqomah berada di jalanMu.

Maswha Faizah
2012