Beberapa pekan belakangan kita dihebohkan dengan kasus pemerkosaan dan pembunuhan. Dimulai dengan kasus Yuyun, yang diperkosa oleh 14 orang. Disusul kasus Eno yang dibunuh menggunakan cangkul, hingga kemudian bermunculan kasus serupa. Miris. Korban semakin banyak. Pelaku semakin dini dengan cara pembunuhan yang kian keji.
Fakta yang tidak bisa dihindari bahwa ternyata kasus serupa, yang tidak terekspos media, jauh lebih banyak. Fenomena gunung es, begitu orang biasa menyebutnya.
Tentu masih lekat diingatan kita tentang kasus pedofilia yang menimpa salah satu siswa Jakarta International School. Setelah kasus itu mencuat, kasus-kasus serupa kemudian bermunculan. Mulai dari kasus Emon hingga Babe yang memutilasi korbannya.
Fenomena gunung es, begitu kata banyak orang. Lantaran semua mengakui bahwa kasus yang sebenarnya jauh lebih banyak dari yang tampak di permukaan.
Meski tidak begitu menyedot perhatian, kita juga tidak boleh lupa tentang kasus polisi yang memutilasi anak kandungnya sendiri. Saya masih ingat dialog di Kompas TV dengan seorang Psikolog UI, beliau mengatakan bahwa kasus polisi menjadi pelaku kriminal itu sendiri adalah fenomena gunung es. Bukankah sebelumnya kita juga mendengar ada polisi yang menembak mati rekannya atau bahkan bunuh diri? Menurut Psikolog UI, itu terjadi karena memang kepolisian adalah salah satu lembaga yang paling tinggi tekanannya. Ada banyak hal (internal dan eksternal) yang harus dibenahi oleh lembaga kepolisian.
Menarik, bukan? Hampir semua kasus yang mencuat di negeri ini, dikatakan sebagai fenomena gunung es. Bahkan, fenomena gunung es inipun merupakan fenomena gunung es. Karena jika hendak merunut lagi, tentu ada banyak fenomena gunung es lainnya.
Negeri ini nyaris beku dalam kedinginan sistem Demokrasi-Kapitalisme. Tumpukkan kasus tak terurus. Yang berwenang mencari solusi memang. Namun, solusi yang mereka ambil bak api unggun di kutub selatan. Memberi kehangatan memang, tapi kita tahu dingin itu tidak hilang.
Negeri ini butuh kehangatan yang mampu menghilangkan kedinginan sistem Demokrasi-Kapitalisme. Bukan kehangatan api unggun yang sementara. Namun dingin tetap ada. Dan Islam adalah kehangatan yang nyata. Kehangatan dari Dzat yang mencipta-lah yang mampu menghilangkan dinginnya sistem buatan manusia. Bukankah sejarah telah membuktikan, berabad-abad lamanya Islam menghangatkan dunia? Lalu apa yang menjadikan kita ragu akannya?
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah ayat 50)
Maswha Faizah
Fakta yang tidak bisa dihindari bahwa ternyata kasus serupa, yang tidak terekspos media, jauh lebih banyak. Fenomena gunung es, begitu orang biasa menyebutnya.
Tentu masih lekat diingatan kita tentang kasus pedofilia yang menimpa salah satu siswa Jakarta International School. Setelah kasus itu mencuat, kasus-kasus serupa kemudian bermunculan. Mulai dari kasus Emon hingga Babe yang memutilasi korbannya.
Fenomena gunung es, begitu kata banyak orang. Lantaran semua mengakui bahwa kasus yang sebenarnya jauh lebih banyak dari yang tampak di permukaan.
Meski tidak begitu menyedot perhatian, kita juga tidak boleh lupa tentang kasus polisi yang memutilasi anak kandungnya sendiri. Saya masih ingat dialog di Kompas TV dengan seorang Psikolog UI, beliau mengatakan bahwa kasus polisi menjadi pelaku kriminal itu sendiri adalah fenomena gunung es. Bukankah sebelumnya kita juga mendengar ada polisi yang menembak mati rekannya atau bahkan bunuh diri? Menurut Psikolog UI, itu terjadi karena memang kepolisian adalah salah satu lembaga yang paling tinggi tekanannya. Ada banyak hal (internal dan eksternal) yang harus dibenahi oleh lembaga kepolisian.
Menarik, bukan? Hampir semua kasus yang mencuat di negeri ini, dikatakan sebagai fenomena gunung es. Bahkan, fenomena gunung es inipun merupakan fenomena gunung es. Karena jika hendak merunut lagi, tentu ada banyak fenomena gunung es lainnya.
Negeri ini nyaris beku dalam kedinginan sistem Demokrasi-Kapitalisme. Tumpukkan kasus tak terurus. Yang berwenang mencari solusi memang. Namun, solusi yang mereka ambil bak api unggun di kutub selatan. Memberi kehangatan memang, tapi kita tahu dingin itu tidak hilang.
Negeri ini butuh kehangatan yang mampu menghilangkan kedinginan sistem Demokrasi-Kapitalisme. Bukan kehangatan api unggun yang sementara. Namun dingin tetap ada. Dan Islam adalah kehangatan yang nyata. Kehangatan dari Dzat yang mencipta-lah yang mampu menghilangkan dinginnya sistem buatan manusia. Bukankah sejarah telah membuktikan, berabad-abad lamanya Islam menghangatkan dunia? Lalu apa yang menjadikan kita ragu akannya?
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah ayat 50)
Maswha Faizah
RSS Feed
Twitter
Minggu, Oktober 09, 2016
Unknown
